Jakarta, Pasundan Raya – Komisi II DPR meminta penyelenggara pemilu tidak melakukan kesalahan lagi selama penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024. Hal itu menjadi salah satu poin kesimpulan rapat Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu saat membahas persiapan penyelenggaraan PSU Pilkada 2024.
“Komisi II DPR RI meminta KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI untuk menyelenggarakan setiap tahapan pemilihan ulang dan pemungutan suara ulang pemilihan kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa ada kesalahan,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf di Ruang Rapat Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga diminta untuk menjadikan pemungutan suara ulang sebagai pijakan evaluasi. Khususnya, daerah yang menggelar PSU lebih awal
“Komisi II DPR RI meminta KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP menjadikan pemungutan suara ulang 30 hari sebagai pijakan untuk mengevaluasi pemungutan suara ulang yang dijadwalkan berikutnya,” ucap Dede.
Kemudian, Komisi II DPR meminta KPU untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait supervisi daerah yang melakukan PSU. “Komisi II DPR RI meminta kepada KPU RI untuk melaksanakan keputusan MK terkait supervisi terhadap daerah-daerah yang melaksanakan pemungutan suara ulang secara cermat,” ujar Dede.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Gerindra Bahtra Banong meminta penyelenggara pilkada di daerah yang harus pemungutan suara ulang (PSU) tak dilibatkan lagi. Sebab, mereka dinilai gagal menyelenggarakan Pilkada 2024 karena terjadi pelanggaran fatal yang mengakibatkan PSU.
“Penyelenggara yang bermasalah terus akibat kelalaian mereka kemudian ada gugatan yang dikabulkan oleh MK kalau bisa jangan dilibatkan lagi,” kata Bahtra saat rapat dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Ia berharap KPU dan Bawaslu benar-benar memperhatikan hal tersebut. Jangan sampai kasus serupa yang berujung PSU terulang. “Jangan sampai jadi objek gugatan kemudian dikabulkan gugatan di Mahkamah Konstitusi dan berakhir PSU yang berakibat pada anggaran yang jumlahnya tidak sedikit,” ujar dia.
Bahtra juga mengingatkan penyelenggara PSU di 24 daerah mencermati setiap tahapan. Jangan sampai, kata dia, ada keteledoran dan kelalaian yang menjadi objek gugatan baru ke MK nantinya. Bahtra juga meminta penyelenggara PSU untuk mengecek jika ada pergantian calon kepala daerah.
Menurut dia, hal ini penting untuk memastikan calon yang diusung memenuhi syarat pendaftaran dan administrasi. “Mohon dicek betul. Jangan sampai nanti calon ini mulai dari pendaftaran administrasi, kemudian itu bisa jadi objek gugatan sehingga tidakcterulang lagi PSU yang kedua kalinya,” kata dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024. Hasilnya, MK memerintahkan PSU di 24 daerah. MK membatalkan hasil Pilkada di 24 daerah karena ada calon yang didiskualifikasi, mulai dari tak ngaku sebagai mantan terpidana, tak tamat SMA, keterlibatan pejabat negara, hingga sudah menjabat dua periode. (Cok/*)