Pada Senin, 2 Desember 2024, Ketua KPU Jawa Barat, Ummi Wahyuni, secara resmi diberhentikan dari jabatannya. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Heddy Lugito, dalam Sidang Pembacaan Putusan atas tujuh perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Sidang tersebut disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube DKPP RI.
Heddy menyampaikan bahwa DKPP mengabulkan sebagian permohonan pengadu yang ditujukan kepada Ummi Wahyuni. “Memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan pengadu, menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua kepada Ummi Wahyuni, selaku Ketua sekaligus anggota KPU Jawa Barat, berlaku sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy.
Ia juga memberikan instruksi tegas kepada pihak terkait. “Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan keputusan ini paling lama 7 hari setelah putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan keputusan ini,” tambahnya sambil mengetuk palu sidang.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan oleh Syarif Hidayat atau Eep Hidayat, sebagai pengadu, kepada DKPP. Laporan tersebut mengungkap dugaan pelanggaran kode etik terkait proses rekapitulasi suara di dapil Jabar IX (Sumedang, Majalengka, dan Subang) dalam Pemilu 2024.
Sidang pemeriksaan berlangsung pada 6–11 Maret 2024. Dalam rapat pleno yang digelar pada 6 Maret, hasil rekapitulasi dari KPU Sumedang diumumkan, diikuti oleh KPU Majalengka pada 8 Maret, dan kembali ke Sumedang pada 10 Maret. Selama proses tersebut, tidak ada keberatan yang diajukan.
Namun, fakta baru terungkap pada 18 Maret 2024, ketika pleno rekapitulasi dipimpin oleh Hedi Ardia, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Jawa Barat. Dalam pleno tersebut, saksi dari PKS memprotes hasil suara Partai Nasdem di dapil Jabar IX karena diduga terjadi pergeseran suara.
Hedi memerintahkan Respati Gumilar untuk memeriksa data sirekap dan memperbaikinya. Setelah diperbarui dan dicetak ulang, hasilnya diserahkan kepada para saksi, dan tidak ditemukan perubahan. Namun, Ketua KPU Jawa Barat, Ummi Wahyuni, tidak memverifikasi kebenaran dokumen tersebut sebelum ditandatangani.
Fakta menunjukkan adanya selisih suara sebanyak 4.015 dalam formulir D, yang mengubah total suara Partai Nasdem di dapil Jabar IX dari 27.531 menjadi 31.546. Perubahan ini menyebabkan seorang caleg tertentu naik ke peringkat pertama, sementara pengadu turun ke peringkat kedua.
Selain itu, suara salah satu calon DPR RI bertambah, tetapi suara Partai Nasdem justru berkurang. Temuan lain mengungkap bahwa rekaman video rekapitulasi dapil Jabar IX dihapus dari live streaming karena diubah statusnya menjadi unlisted. Bukti percakapan internal menunjukkan adanya perintah dari Ketua KPU untuk menyembunyikan video tersebut.
Pelanggaran Etika
DKPP menyatakan bahwa Ummi Wahyuni tidak cermat dalam memastikan keakuratan hasil rekapitulasi suara, khususnya di dapil Jabar IX. Ia dinilai tidak profesional, tidak transparan, dan tidak akuntabel dalam melaksanakan tugasnya sebagai Ketua KPU Jawa Barat.
“Tindakan teradu yang tidak melakukan pencermatan terhadap hasil rekapitulasi suara di dapil Jabar IX merupakan pelanggaran etika penyelenggara Pemilu,” ujar salah satu anggota majelis pembaca dalam sidang.
Selain itu, DKPP juga menemukan bahwa Ummi terbukti memberikan perintah untuk menurunkan rekaman video live streaming rekapitulasi suara, yang mengindikasikan ketidakjujuran dan kurangnya transparansi.
Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, DKPP memutuskan bahwa Ummi Wahyuni melanggar kode etik penyelenggaraan Pemilu dan menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua KPU Jawa Barat periode 2023–2028. Keputusan ini berlaku efektif sejak tanggal putusan dibacakan.
(Mekka Prayoga)