Bogor, Pasundan Raya – Video viral yang memperlihatkan seorang siswa SMP yang dipukuli ketika bermain pertandingan basket kini sudah dijatuhi hukumannya. Kini pemain basket pelajar SMP berinisial RC mendapat sanksi dari beberapa pihak terkait. Namun ayah korban tetap tidak puas dan menginginkan hukuman yang lebih berat.
Ketua Persatuan Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Kota Bogor, Destyono, mengungkapkan bahwa pemain berinisial RC dikenai sanksi berupa larangan bertanding di event resmi yang diselenggarakan di Kota Bogor selama satu tahun. “Ini sebagai bentuk pembelajaran agar tidak ditiru oleh pemain lainnya. Jadi, ini merupakan sebuah syok terapi supaya tidak terjadi hal serupa di masa depan,” ujar Destyono pada Kamis (20/2/2025). Meskipun demikian, pemain yang berasal dari Kabupaten Bogor itu tetap diperbolehkan mengikuti latihan di Kota Bogor.
Perbasi Kota Bogor juga melakukan mediasi antara pihak sekolah dan keluarga korban untuk mencari penyelesaian secara baik-baik. Destyono menambahkan bahwa Komisi Wasit telah melakukan prosedur yang benar, dengan langsung menghentikan pemain tersebut dari pertandingan saat kejadian berlangsung.
Orang tua korban, Althaf Tauhid, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku. “Kami menginginkan hukuman yang tegas dan jelas, agar ini tidak menjadi preseden buruk ke depannya. Kami khawatir jika tidak ada konsekuensi yang tegas, kejadian seperti ini bisa berulang,” ujar Althaf.
Pada Jumat (21/2/2025), dalam pertemuan mediasi antara pihak keluarga korban dan pelaku yang turut dihadiri oleh pihak sekolah, hasil keputusan disepakati. RC mendapatkan dua hukuman. Selain larangan bertanding di wilayah Bogor selama satu tahun, RC juga dikenakan skorsing selama tujuh hari dari pihak sekolah, SMP Mardi Waluya Cibinong.
Meski sudah ada keputusan tersebut Althaf Tauhid merasa terkejut. Sebagai orang tua korban, ia berharap hukuman yang diberikan lebih berat mengingat dampak dari perbuatan pelaku. Ia merasa khawatir jika hukuman yang diterima oleh pelaku tidak cukup memberi efek jera, sehingga kejadian serupa bisa saja terjadi di masa depan.
“Sebagai orang tua, kami tidak bisa berbuat banyak. Hukuman yang dijatuhkan sudah sesuai dengan peraturan Perbasi, namun kami menginginkan hukuman yang lebih tegas agar tidak ada yang meniru perbuatan ini,” jelas Althaf.
Dengan adanya perbedaan pendapat ini, kasus pemukulan dalam pertandingan basket ini masih menyisakan tanda tanya khususnya terkait bagaimana aturan dan sanksi yang diterapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa. (Yoga)